Materi keluarga samawa (4): kewajiban suami terhadap istri
MATERI KELUARGA SAMAWA :
KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTRINYA
(Bagian 4)
بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
7. TIDAK MEMPERSOALKAN KESALAHAN KECIL SI ISTRI
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِىَ مِنْهَا آخَرَ
LAA YAFROK MU'MINUN MU'MINATAN INKARIHA MINHAA KHULUQON RODIYA MINHAA AAKHORO
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah (istri). Jika si pria tidak menyukai suatu akhlak pada si wanita, maka hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhoi” (HR. Muslim no. 1469).
Karena istri tentu saja dalam bersikap dan kelakuan tidak bisa seratus persen perfect sebagaimana yang suami inginkan. Sebagaimana anda juga suami tidak perfect terhadap kewajibanmu terhadap istri. Bersabarlah dan tetap terus menasehati istri dengan cara yang baik.
8. TIDAK MEMUKUL ISTRI DI WAJAH DAN TIDAK MENJELEK-JELEKKAN ISTRI
Dari Mu’awiyah Al Qusyairi , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
IN TUTH'IMAHAA IDZAA THO'IMTA WA TAKSUWAHAA IDZAAKTASAITA -AWIKTASABTA- WALAA TADHRIBIL WAJHA WALAA TUQOBBIH WALAA TAHJUR ILLAA FIL BAITI
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak mendiamkannya (dalam rangka nasehat) selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142).
KENAPA TIDAK BOLEH MEMUKUL WAJAH ISTRI?
Karena wajah adalah bagian tubuh yang paling mulia dan paling terlihat oleh orang lain. Di wajah terdapat anggota lainnya yang mulia dan lembut. Hadits ini merupakan dalil wajibnya menjauhi memukul wajah ketika mendidik istri.
Dalam hadits di atas pun terdapat ajaran tidak menjelek-jelekkan istri dan tidak mencela atau mendoakan jelek pada istri seperti dengan do’a “semoga Allah menjelakkanmu”. Seperti ini tidak dibolehkan (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 6: 127).
‘Aisyah menceritahkan mengenai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ضَرَبَ خَادِماً لَهُ قَطُّ وَلاَ امْرَأَةً لَهُ قَطُّ وَلاَ ضَرَبَ بِيَدِهِ شَيْئاً قَطُّ إِلاَّ أَنْ يُجَاهِدَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
MAA ROAITU ROSULULLOHI SHOLLALLAAHU 'ALAIHI WA SALLAAM DHOROBA KHOODIMAN LAHU QOTHTHU WALAM RO-ATAN LAHU QOTHTHUN WALAA DHOROBA BIYADIHI SYAI'AN QOTHTHUN ANYUJAAHIDA FIY SABIYLILLAAH
“Aku tidaklah pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memukul pembantu, begitu pula memukul istrinya. Beliau tidaklah pernah memukul sesuatu dengan tangannya kecuali dalam jihad (berperang) di jalan Allah”. (HR. Ahmad 6: 229)
Boleh mendidik istri dengan memukul namun tidak di wajah dan tidak dengan pukulan yang keras atau tidak boleh dengan pukulan yang menampakkan bekas.
Nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika haji wada’ :
وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لاَ يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ. فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ
WALAKUM 'ALAIHINNA ANLAA YUUTHI'NA FURUSYAKUM AHADAN TAKRObUUNAHU. FA-INFA'ALNA DZAALIKA FADHRIBUUHUNNA DHORBAN GHOIRO MUBARRIHIN.
“Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh permadani kalian ditempati oleh seorang pun yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membekas” (HR. Muslim no. 1218).
KAEDAH DALAM MEMUKUL ISTRI
Allah Ta’ala berfirman :
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ
WALATIY TAKHOOFUUNA NUSYUUZAHUNNA FA'IDZUUHUNNA WAHJURUUHUNNA FIL MADHOOJI'I WADHRIBBUUHUNNA
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya (pembangkangannya), maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.” (QS. An Nisa’: 34).
Disimpulkan bahwa ada tiga kaedah tahapan ketika ingin memukul istri :
1. Ketika nasehat tidak lagi diperhatikan dan tidak ada manfaat setelah berpisah dengan istri dari ranjang.
2. Pukulannya dalam rangka mendidik dan tidak membekas serta tidak merusak tulang.
3. Tidak lagi memukul istri ketika istri sudah berubah menjadi taat dan menurut pada perintah suami.
9. TIDAK MENG-HAJR (PISAH RANJANG) DALAM RANGKA MENDIDIK SELAIN DI DALAM RUMAH
Allah berfirman :
وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ
WAHJURUUHUNNA FIL MADHOOJI'I WADHRIBBUUHUNNA
“Dan hajr-lah (pisahkanlah mereka) di tempat tidur mereka”.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan bahwa maknanya adalah tidak satu ranjang dengannya dan tidak berhubungan intim dengan istri sampai ia sadar dari kesalahannya (Lihat Taisir Al Karimir Rahman, 177).
Imam Ibnul Jauzi menerangkan mengenai makna hajr di ranjang ada beberapa pendapat di kalangan pakar tafsir :
1. Tidak berhubungan intim
2. Tidak mengajak berbicara, namun masih tetap berhubungan intim
3. Mengeluarkan kata-kata yang menyakiti istri ketika diranjang
4. Pisah ranjang (Lihat Zaadul Masiir, 2: 76).
Dan hajr boleh dilakukan di luar rumah jika ada maslahat sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meng-hajr istri-istrinya selama sebulan di luar rumah mereka.
10. MEMBERIKAN HAK ISTRI DALAM HUBUNGAN INTIM
Dari Abu Darda’ radiyallahu ‘anhu :
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– telah mempersaudarakan Salman dan Abu Darda’. Suatu saat Salman mengunjungi –saudaranya- Abu Darda’. Ketika itu Salman melihat istrinya, Ummu Darda’, dalam keadaan tidak mengenakkan. Salman pun berkata kepada Ummu Darda’, “Kenapa keadaanmu seperti ini?” “Saudaramu, Abu Darda’, seakan-akan ia tidak lagi mempedulikan dunia”, jawab wanita tersebut. Abu Darda’ kemudian datang. Salman pun membuatkan makanan untuk Abu Darda’. Salman berkata, “Makanlah”. “Maaf, saya sedang puasa”, jawab Abu Darda’. Salman pun berkata, “Aku pun tidak akan makan sampai engkau makan.” Lantas Abu Darda’ menyantap makanan tersebut.
Ketika malam hari tiba, Abu Darda’ pergi melaksanakan shalat malam. Salman malah berkata pada Abu Darda’, “Tidurlah”. Abu Darda’ pun tidur. Namun kemudian ia pergi lagi untuk shalat. Kemudian Salman berkata lagi yang sama, “Tidurlah”. Ketika sudah sampai akhir malam, Salman berkata, “Mari kita berdua shalat.” Lantas Salman berkata lagi pada Abu Darda’, “Sesungguhnya engkau memiliki kewajiban kepada Rabbmu. Engkau juga memiliki kewajiban terhadap dirimu sendiri (yaitu memberi supply makanan dan mengistirahatkan badan, pen), dan engkau pun punya kewajiban pada keluargamu (yaitu melayani istri, pen). Maka berilah porsi yang pas untuk masing-masing kewajiban tadi.” Abu Darda’ lantas mengadukan Salman pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau bersabda, “Salman itu benar” (HR. Bukhari no. 968).
Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, suami itu wajib menyetubuhi istrinya sesuai dengan kemampuan suami dan kecukupan istri.
11. MEMBERIKAN ISTRI KESEMPATAN UNTUK MENGHADIRI SHALAT JAMA’AH SELAMA KELUAR DENGAN HIJAB YANG SEMPURNA DAN JUGA MEMBERI IZIN BAGI ISTRI UNTUK MENGUNJUNGI KERABATNYA.
12. TIDAK MENYEBAR RAHASIA DAN AIB ISTRI.
13. BERHIAS DIRI DI HADAPAN ISTRI SEBAGAIMANA SUAMI MENGINGINKAN DEMIKIAN PADA ISTRI
Allah Ta’ala berfirman :
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
WALAHUNNA MITSLUL LADZII 'ALAIHINNA BILMA'RUUFI
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al Baqarah: 228).
14. SELALU BERPRASANGKA BAIK DENGAN ISTRI.
Inilah mengapa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallaam mengajarkan agar suami tidak terlalu penuh curiga ketika ia meninggalkan istrinya lalu datang dan ingin mengungkap aib-aibnya.
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallaam bersabda :
“Jika salah seorang dari kalian datang pada malam hari maka janganlah ia mendatangi istrinya. (Berilah kabar terlebih dahulu) agar wanita yang ditinggal suaminya mencukur bulu-bulu kemaluannya dan menyisir rambutnya” (HR. Bukhari no. 5246 dan Muslim no. 715).
Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata :
“Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam melarang seseorang mendatangi istrinya di malam hari untuk mencari-cari tahu apakah istrinya berkhianat kepadanya atau untuk mencari-cari kesalahannya” (HR. Muslim no. 715).
Hadits semacam ini kata Al Muhallab adalah dalil yang menunjukkan terlarang mencari-cari kesalahan dan kelengahan istri karena ini adalah bagian dari fitnah dan termasuk berburuk sangka padanya (Lihat Syarh Al Bukhari li Ibni Battol, 13: 372).
BERSAMBUNG…..KEWAJIBAN ISTRI TERHADAP SUAMINYA…….INSYAA ALLAH
Wallaahu A'lam
Wallaahu Waliyyut Taufiq
Semoga bermanfaat bagi Penulis dan bagi Para Pembaca Yang Budiman. Baarokallaahu Fiikum. Hadanallaahu Wa Iyyaakum Jamii'an. Yassarallaahu Lanal Khairo Haitsuma Kunna...
¤¤ AD-DIINU AN-NASHIIHAH ¤¤
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Al-Wafa' Al- Islamy Bima NTB.
Senin, 1 Agustus 2016
=============================
HP/WA : 085253777143
BBM : 5FCB6D17
LINE : أبو حاصف ألبيماوى
Silakan SHARE pada yang lain yang belum mengetahui, agar Anda pun bisa dapat bagian pahala
Komentar
Posting Komentar