Materi keluarga samawa (5): kewajiban istri terhadap suami
MATERI KELUARGA SAMAWA :
KEWAJIBAN ISTRI TERHADAP SUAMINYA
(Bagian 5)
بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
KEAGUNGAN HAK SUAMI
Allah ta’ala berfirman :
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan krn mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan utk menyusahkannya.” (QS. An Nisa’: 34)
HAK SUAMI YANG MENJADI KEWAJIBAN ISTRI AMATLAH BESAR
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallaam bersabda :
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ
“Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud pada yang lain, maka tentu aku akan memerintah para wanita untuk sujud pada suaminya karena Allah telah menjadikan begitu besarnya hak suami yang menjadi kewajiban istri” (HR. Abu Daud no. 2140)
KETAATAN SEORANG ISTRI PADA SUAMI TERMASUK SEBAB YANG MENYEBABKANNYA MASUK SURGA.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata :
وليس على المرأة بعد حق الله ورسوله أوجب من حق الزوج
“Tidak ada hak yang lebih wajib untuk ditunaikan seorang wanita –setelah hak Allah dan Rasul-Nya- daripada hak suami” (Majmu’ Al Fatawa, 32: 260)
Jika kewajiban istri pada suami adalah semulia itu, maka setiap wanita punya keharusan mengetahui hak-hak suami yang harus ia tunaikan.
BERIKUT ADALAH RINCIAN MENGENAI HAK SUAMI YANG MENJADI KEWAJIBAN ISTRI :
1. MENTAATI PERINTAH SUAMI
Istri yang taat pada suami, senang dipandang dan tidak membangkang yang membuat suami benci, itulah sebaik-baik wanita.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :
قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallaam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231)
Begitu pula tempat seorang wanita di surga ataukah di neraka dilihat dari sikapnya terhadap suaminya, apakah ia taat ataukah durhaka.
Al Hushoin bin Mihshan menceritakan bahwa bibinya pernah datang ke tempat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena satu keperluan. Seselesainya dari keperluan tersebut, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallaam bertanya kepadanya :
أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ. قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟ قَالَتْ: مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ. قَالَ: فَانْظُرِيْ أينَ أَنْتِ مِنْهُ، فَإنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
“Apakah engkau sudah bersuami?” Bibi Al-Hushain menjawab, “Sudah.” “Bagaimana (sikap) engkau terhadap suamimu?”, tanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lagi. Ia menjawab, “Aku tidak pernah mengurangi haknya kecuali dalam perkara yang aku tidak mampu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lihatlah di mana keberadaanmu dalam pergaulanmu dengan suamimu, karena suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR. Ahmad 4: 341)
Namun ketaatan istri pada suami tidaklah mutlak, apabila suami memerintahkan istri berbuat maksiat atau dosa tidak wajib mentaatinya. Jika istri diperintah suami untuk tidak berjilbab, berdandan menor di hadapan pria lain, meninggalkan shalat lima waktu, atau bersetubuh di saat haidh, maka perintah dalam maksiat semacam ini tidak boleh ditaati.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallaam bersabda :
لاَ طَاعَةَ فِى مَعْصِيَةٍ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِى الْمَعْرُوفِ
“Tidak ada ketaatan dalam perkara maksiat. Ketaatan itu hanyalah dalam perkara yang ma’ruf (kebaikan).” (HR. Bukhari no. 7145 dan Muslim no. 1840)
Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallaam juga memperingatkan :
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ
“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Allah.” (HR. Ahmad 1: 131)
2. BERDIAM DI RUMAH DAN TIDAKLAH KELUAR KECUALI DENGAN IZIN SUAMI
Banyak sekali para istri yang tidak mengetahui kewajiban ini. Yang apabila melanggarnya termasuk dosa.
Allah Ta’ala berfirman :
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (QS. Al Ahzab: 33).
Seorang istri tidak boleh keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya. Baik si istri keluar untuk mengunjungi kedua orangtuanya ataupun untuk kebutuhan yang lain, sampaipun untuk keperluan shalat di masjid.
Imam Ibnu Katsir berkata : “Ayat ini menunjukkan bahwa wanita tidak boleh keluar rumah kecuali ada kebutuhan.” (Tafsir Al Quran Al Adzim 6/408).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan : “Tidak halal bagi seorang istri keluar dari rumah kecuali dengan izin suaminya.” Beliau juga berkata, “Bila si istri keluar rumah suami tanpa izinnya berarti ia telah berbuat nusyuz (pembangkangan), bermaksiat kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, serta pantas mendapatkan siksa neraka.” (Majmu’ Al-Fatawa, 32: 281)
Syaikh Musthofa Al ‘Adawiy berkata : “Wanita boleh saja keluar rumah menuju masjid. Hal ini diperbolehkan bagi wanita asalkan dia tetap menutup aurat dengan menggunakan hijab yang sempurna, keluar tanpa memakai harum-haruman (parfum), dan keluarnya pun dengan izin suami.
Dalilnya:
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ إِلَى الْمَسَاجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ
“Jika istri kalian meminta izin pada kalian untuk ke masjid, maka izinkanlah mereka.” (HR. Muslim)
Dengan demikian, wanita tidak boleh keluar rumah melainkan untuk urusan yang penting atau termasuk kebutuhan seperti memasak dan lain-lain. Jika bukan urusan tersebut, maka seorang istri tidak boleh keluar rumah melainkan dengan izin suaminya. Termasuk pergi kemasjid untuk shalat.
BAGAIMANA JIKA SUAMI MELARNG ISTRINYA BERSILATURAHIM KEPADA KEDUA ORANG TUANYA?
Boleh bagi si istri durhaka kepada suaminya apabila suaminya memerintahkan sebuah dosa, seperti memerintahkan istrinya memutus hubungan silaturahim dengan kedua orang tuanya.
Imam an-wanawi berkata: Jika telah jelas perkara di atas maka dibenci seorang suami yang melarang istrinya untuk menjenguk ayahnya yang sakit atau melarangnya untuk berbakti kepada orang tuanya atau melarangnya untuk menampakkan kasih sayang dan perhatiannya kepada kedua orang tuanya" (Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab 16/413-414)
Imam Az-Zaila'i Al-Hanafi berkata :
وَقِيلَ لَا يَمْنَعُهَا مِنْ الْخُرُوجِ إلَى الْوَالِدَيْنِ ، وَلَا يَمْنَعُهُمَا مِنْ الدُّخُولِ عَلَيْهَا ...وهُوَ الصَّحِيحُ
"Dan dikatakan bahwasanya seorang suami tidak boleh melarang istrinya keluar rumah untuk mengunjungi kedua orang tuanya, ia juga tidak boleh melarang kedua orang tua istrinya untuk menemui istrinya….dan inilah pendapat yang benar (Tabyiinul Haqoo'iq li Az-Zaila'i, beserta hasyiyah Al-Syilbi 3/58-59)
Imam Zainuddin Ibnu Nujaim Al-Hanafi berkata :
وَلَوْ كان أَبُوهَا زَمِنًا وَلَيْسَ له من يَقُومُ عليه مُؤْمِنًا كان أو كَافِرًا فإن عليها أَنْ تَعْصِيَ الزَّوْجَ في الْمَنْعِ
"Jika ayahnya sakit dan tidak ada yang merawatnya –baik sang ayah seorang mukmin ataupun kafir- maka wajib bagi sang istri untuk durhaka kepada suaminya yang melarangnya merawat ayahnya" (Al-Bahr Ar-Rooiq Syarh Kanz Ad-Daqooiq 3/237, lihat juga 4/212)
Demikian juga dalam madzhab Malikiyah, jika seorang suami bersumpah untuk tidak mempertemukan istrinya dengan kedua orangtuanya atau bersumpah dengan melarang sang istri untuk mengunjungi kedua orang tuanya maka wajib baginya untuk membatalkan sumpahnya (Lihat Syarh Mukhtashor Al-Kholiil 4/188)
BERSAMBUNG….
Wallaahu A'lam
Wallaahu Waliyyut Taufiq
Semoga bermanfaat bagi Penulis dan bagi Para Pembaca Yang Budiman. Baarokallaahu Fiikum. Hadanallaahu Wa Iyyaakum Jamii'an. Yassarallaahu Lanal Khairo Haitsuma Kunna...
¤¤ AD-DIINU AN-NASHIIHAH ¤¤
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Al-Wafa' Al- Islamy Bima NTB.
Senin, 1 Agustus 2016
=============================
NB :
Bagi Saudara dan Saudariku semua Yang Mau Ikut Menyumbangkan Hewan Kurban Di Pondok Pesantren Kami, Baik Dengan Perorangan (Kambing) atau Patungan (Khusus Sapi) Maka Kami Mulai Membuka dan Menawarkan bagi Yang berminat membantu Utk Meraih Surga dan pahala dari Allah Robbul 'Izzah.
◆ Sapi Sekarang Rp. 14 Juta ~ Rp. 25 juta.
◆ Kambing Rp. 2.500 ribu ~ Rp. 3.500 ribu
========================
Salurkan Zakat Mal (Harta), Infaq, Shodaqoh Serta Wakaf Anda Untuk Pembangunan Ruang Kelas, Tanah Urukan, Pondok Pesantren Tahfidz Al-Wafa' Al-Islamy Bima-NTB
Rekening/Account :
* Bank Negara Indonesia (BNI) Cab. Bima : 0362730751
* Bank Syari'ah Mandiri (BSM) Cab. Bima : 7081444123
* Bank Central Asia (BCA) Cab. Cakranegara Mataram :
0561276501
An. Wahyudin Al-Bimawi
Atas Bantuan dan Partisipasinya, Kami khaturkan Jazaakumullaahu khairul Jazaa' Wa Baarokallaahu fiikum.
HP/WA : 085253777143
BBM : 5FCB6D17
LINE : أبو حاصف ألبيماوى
Silakan SHARE pada yang lain yang belum mengetahui, agar Anda pun bisa dapat bagian pahala
Komentar
Posting Komentar