Doyan makan jengkol dan pete??? Biar mantab baca dulu ini!!!!
-DOYAN MAKAN JENGKOL DAN PETE...??
BIAR MANTAP, BACA DYLU INI.
بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
》Makan Makanan Beraroma Menyengat
Pada prinsipnya tidak mengapa mengkonsumsi makanan, walaupun baunya menyengat, sebab memang ketiadaan dalil pengharamannya.
Dalam hal ini Allah Ta'ala berfirman:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Baqarah (2): 29)
Imam Asy Syaukani menjelaskan ayat ini:
قَالَ ابْنُ كَيْسَانَ: خَلَقَ لَكُمْ أَيْ مِنْ أَجْلِكُمْ، وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أن الأصل في الأشياء المخلوقة الإباحة حتى يقوم دليل يدل على النقل عن هذا الأصل
Berkata Ibnu Kaisan: “Dialah menciptakan buat kalian” yaitu karena kalian, dalam ayat ini terdapat dalil Sesungguhnya hukum asal dari segala ciptaan adalah mubah, sampai tegaknya dalil yang menunjukkan berubahnya hukum asal ini. (Imam Asy Syaukani, Fathul Qadir, 1/64. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha Rahimahullah menjelaskan dengan rinci:
وَالْمُرَادُ إِبَاحَةُ الِانْتِفَاعِ بِهَا أَكْلًا وَشُرْبًا وَلِبَاسًا وَتَدَاوِيًا وَرُكُوبًا وَزِينَةً، وَبِهَذَا التَّفْصِيلِ تَدْخُلُ الْأَشْيَاءُ الَّتِي يَضُرُّ اسْتِعْمَالُهَا فِي بَعْضِ الْأَشْيَاءِ وَيَنْفَعُ فِي بَعْضٍ، كَالسُّمُومِ الَّتِي يَضُرُّ أَكْلُهَا وَشُرْبُهَا وَيَنْفَعُ التَّدَاوِي بِهَا، وَلَيْسَ لِمَخْلُوقٍ حَقٌّ فِي تَحْرِيمِ شَيْءٍ أَبَاحَهُ الرَّبُّ لِعِبَادِهِ تَدَيُّنًا بِهِ إِلَّا بِوَحْيِهِ وَإِذْنِهِ (قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللهُ لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا قُلْ آللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى اللهِ تَفْتَرُونَ)
Maksud dari boleh adalah boleh untuk dimanfaatkan, baik berupa makanan, minuman, obat-obatan, kendaraan, dan perhiasaan. Dengan rincian ini maka hal-hal yang bisa mengandung kejelekan pada suatu keadaan ketika digunakan dan juga membawa manfaat pada saat lain, seperti racun yang bisa mendatangkan madharat ketika memakan dan meminumnya dan juga dengannya bisa dimanfaatkan sebagai obat, tidak ada hak sama sekalii bagi makhluk untuk mengharamkan sesuatu yang telah dibolehkan oleh Rabb untuk hamba-hambaNya yang dengannya dia bergama, kecuali berdasarkan wahyuNya dan izinNya. Allah Ta'ala berfirman : (Katakanlah : "Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya Haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah : "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang hukum ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah ?"). (Syaikh Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al Manar, 1/206)
Dalil As Sunnah:
الحلال ما أحل الله في كتابه والحرام ما حرم الله في كتابه وما سكت عنه فهو مما عفا عنه
“Yang halal adalah apa yang Allah halalkan dalam kitabNya, yang haram adalah yang Allah haramkan dalam kitabNya, dan apa saja yang di diamkanNya, maka itu termasuk yang dimaafkan.” (HR. At Tirmidzi No. 1726, katanya: hadits gharib. Ibnu Majah No. 3367, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No. 6124. Syaikh Al Albani mengatakan: hasan. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 1726. Juga dihasankan oleh Syaikh Baari’ ‘Irfan Taufiq dalam Shahih Kunuz As sunnah An Nabawiyah, Bab Al Halal wal Haram wal Manhi ‘Anhu, No. 1 )
Oleh karena itu, telah menjadi kesepakatan para ulama -sebagaimana dikatakan Imam An Nawawi- halalnya makanan yang beraroma menyengat seperti bawang merah, bawang putih, atau yang semisalnya, termasuk makanan khas negeri ini, jengkol dan petai.
Adapun pemakruhannya terkait “sebab lain” yakni aroma tersebut mengganggu orang lain ketika shalat di masjid.
Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma bercerita bahwa ketika perang Khaibar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَة يَعْنِي الثَّوْم فَلَا يَقْرَبَنَّ الْمَسَاجِد
Barangsiapa yang memakan tumbuhan ini (yakni bawang putih) maka jangan dekati masjid-masjid kami. (HR. Muslim No. 561)
Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:
هَذَا تَصْرِيح يَنْهَى مَنْ أَكَلَ الثَّوْم وَنَحْوه عَنْ دُخُول كُلّ مَسْجِد ، وَهَذَا مَذْهَب الْعُلَمَاء كَافَّة إِلَّا مَا حَكَاهُ الْقَاضِي عِيَاض عَنْ بَعْض الْعُلَمَاء : أَنَّ النَّهْي خَاصّ فِي مَسْجِد النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْض رِوَايَات مُسْلِم : ( فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدنَا )
Ini adalah penjelasan tentang larangan bagi siapa saja yang makan bawang putih dan semisalnya untuk memasuki setiap masjid, inilah madzhab semua ulama, kecuali apa yang diceritakan oleh Al Qadhi ‘Iyadh dari sebagian ulama: bahwa larangan dikhususkan di masjid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam saja, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan dalam sebagian riwayat: “jangan dekati masjid kami.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/324)
Oleh karena itu, kita dapati bahwa Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhuma begitu membenci orang yang makan bawan merah dan bawang putih yang mendatangi masjid, namun Beliau membolehkan memakannya jika sudah dimasak, yang dengannya aroma menyengat itu bisa dikurangi bahkan hilang.
Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu berkata ketika khutbah Jumat:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ تَأْكُلُونَ شَجَرَتَيْنِ لَا أُرَاهُمَا إِلَّا خَبِيثَتَيْنِ هَذَا الثُّومُ وَهَذَا الْبَصَلُ وَلَقَدْ كُنْتُ أَرَى الرَّجُلَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُوجَدُ رِيحُهُ مِنْهُ فَيُؤْخَذُ بِيَدِهِ حَتَّى يُخْرَجَ إِلَى الْبَقِيعِ فَمَنْ كَانَ آكِلَهَا لَا بُدَّ فَلْيُمِتْهَا طَبْخًا
Wahai manusia, kalian memakan dua macam tumbuhan yang saya tidak melihatnya melainkan hal yang busuk yakni bawang putih dan bawang merah. Saya telah melihat pada masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam seorang laki-laki yang jika ada aroma itu, maka dia akan diambil tangannya sampai keluar (dari masjid) menuju Baqi’ (untuk bersuci, pen), maka siapa saja yang memakannya hendaknya dia melenyapkan baunya dengan memasaknya. (HR. Muslim No. 567, Ibnu Majah No. 1014, Ahmad No. 16247)
Keterangan ini menunjukkan larangan tersebut terkait dengan “aromanya”, ketika sudah diolah yang bisa melenyapkan baunya, maka tidak apa-apa. Hal ini sesuai kaidah fiqih: Al Hukmu taduuru ma’a ‘illatihi – hukum itu berputar mengikuti sebabnya (‘Illat hukum). Jika ada “sebab” maka hukum ada, jika tidak ada sebab, maka hukum tidak ada. Dalam konteks ini, jika ada “aroma” maka hukum makruh ada, tapi jika aroma lenyap maka hukum makruh pun lenyap.
Imam Al Qarrafi Rahimahullah menjelaskan:
فَالْأَوْلَى التَّمْثِيلُ لِذَلِكَ بِأَكْلِ مَنْ لَمْ يَقْصِدْ دُخُولَ الْمَسْجِدِ نَحْوِ الْبَصَلِ النِّيءِ وَلَيْسَ عِنْدَهُ مَا يُزِيلُ بِهِ رَائِحَتَهُ لِأَنَّ كَرَاهَتَهُ عَلَى الْقَوْلِ بِهَا تَدُورُ مَعَ عِلَّتِهِ الَّتِي هِيَ تَأَذِّي غَيْرُهُ
Maka, yang lebih pas dijadikan contoh dalam hal ini adalah aktifitas makan bagi yang tidak bermaksud masuk ke masjid semisal makan bawang merah, dan dia tidak memiliki sesuatu untuk menghilangkan baunya, karena dimakruhkannya hal itu bersamaan karena ada “sebab”nya yaitu aromanya bisa mengganggu orang lain. (Imam Al Qarrafi, Al Furuq, 1/151)
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:
ثُمَّ إِنَّ هَذَا النَّهْيَ إِنَّمَا هُوَ عَنْ حُضُورِ الْمَسْجِدِ لَا عَنْ أَكْلِ الثَّوْمِ وَالْبَصَلِ وَنَحْوِهِمَا فَهَذِهِ الْبُقُولُ حَلَالٌ بِإِجْمَاعِ
Kemudian, larangan ini hanyalah bagi yang datang ke masjid, bukan semata-mata makan bawang putih, bawang merah, dan yang SEMISALNYA, semua sayuran ini halal menurut ijma’. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 5/48)
Dan, kebolehannya semakin kuat berdasarkan lisan Nabi yang mulia Shollallaahu 'alaihi wa sallaam dalam Shahih Muslim dan lainnya, bahwa para sahabat Nabi Shollallaahu 'alaihi wa sallaam begitu lapar dan mereka makan bawang putih begitu lahapnya, setelah itu mereka menuju masjid. Rasulullah Shollallaahu 'alaihi wa sallaam mencium aromanya, maka Beliau bersabda:
«مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ الْخَبِيثَةِ شَيْئًا، فَلَا يَقْرَبَنَّا فِي الْمَسْجِدِ» فَقَالَ النَّاسُ: حُرِّمَتْ، حُرِّمَتْ، فَبَلَغَ ذَاكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّهُ لَيْسَ بِي تَحْرِيمُ مَا أَحَلَّ اللهُ لِي، وَلَكِنَّهَا شَجَرَةٌ أَكْرَهُ رِيحَهَا
“Barang siapa yang makan tanaman busuk ini maka jangan dekati masjid.” Manusia berkata: “Diharamkan .. diharamkan!” Lalu Nabi bersabda: “Wahai manusia, aku tidak berhak mengharamkan apa-apa yang Allah halalkan, tetapi itu adalah tanaman yang aku tidak suka aromanya.” (HR. Muslim No. 565, Ahmad No. 11084, Abu Ya’la No. 1195, Ibnu Khuzaimah No. 1667)
Para ulama menjelaskan maksud hadits ini:
قَالَ العلماء ويلحق بالثوم والبصل والكراث كل ماله رَائِحَةٌ كَرِيهَةٌ مِنَ الْمَأْكُولَاتِ وَغَيْرِهَا
Berkata para ulama, bahwa yang setara dengan bawang putih, bawang merah, dan kucai, adalah semua yang memiliki aroma yang tidak enak, baik berupa makanan atau selainnya. (Lihat Al Minhaj, 5/48, Nailul Authar, 2/179, Tuhfah Al Ahwadzi, 5/428)
So, tidak mengapa mengkonsumsi bawang merah, bawang putih, petai, jengkol, walau memiliki aroma khas, apalagi terbukti bermanfaat buat kesehatan, dan sebaiknya diolah dengan cara yang membuatnya hilang aromanya. Juga, hendaknya dibersihkan dulu mulutnya jika ingin memasuki masjid atau membaca Al Quran.
Demikian dan semoga bermanfaat bagi Penulis dan bagi Para Pembaca Yang Budiman. Baarokallaahu Fiikum. Hadanallaahu Wa Iyyaakum Jamii'an. Yassarallaahu Lanal Khairo Haitsuma Kunna...
Wallaahu A'lam
Wallaahu Waliyyut Taufiq
¤¤ AD-DIINU AN-NASHIIHAH ¤¤
Pondok Pesantren Tahfidz Al-Wafa' Al-Islamy Bima. Rabu, 4 Mei 2016
================
Donasi Untuk Pembangunan Ruang Kelas Pondok Pesantren Tahfidz Al-Wafa' Al-Islamy Bima-NTB
Rekening/Account :
* Bank Negara Indonesia (BNI) Cab. Bima : 0362730751
* Bank Syari'ah Mandiri (BSM) Cab. Bima : 7081444123
* Bank Central Asia (BCA) Cab. Cakranegara Mataram :
0561276501
An. Wahyudin Al-Bimawi
Atas Bantuan dan Partisipasinya, Kami khaturkan Jazaakumullaahu khairul Jazaa' Wa Baarokallaahu fiikum.
Silakan SHARE pada yang lain yang belum mengetahui, agar Anda pun bisa dapat bagian pahala.
Komentar
Posting Komentar