Riba: makna larangan dan solusi
RIBA : MAKNA, LARANGAN, dan SOLUSINYA
بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ
Riba dari segi bahasa berarti tambahan. Ia juga bisa berarti tumbuh, atau membesar.
Adapun para ulama mendefinisikan riba sbb :
Imam Malik meriwayatkan kepadaku bahwa beliau mendengar ‘Abdullah ibn Mas’ud pernah berkata :
“Jika seseorang membuat pinjaman, mereka tak boleh menetapkan perjanjian lebih dari itu. Meski hanya segenggam rumput, itu adalah riba.” (Al-Muwatta Imam Malik : 31.44.95)
Imam Mujahid berkata :
“(Riba yang diharamkan pada masa jahiliyyah) adalah seseorang berutang pada orang lain, lalu si peminjam berkata, ‘Bagimu (tambahan) sekian dan sekian, dan berilah aku tempo’. Maka dia diberi tempo” (Tafsir at-Thabari, III:101)
Yang disampaikan di atas adalah apa yang disebut dengan Riba Nasiah. Selain itu ada yang disebut pula dengan Riba Fadhl
Yaitu menjual alat tukar sejenis dengan adanya tambahan. Contoh pada musim lebaran suka ada calo yang menukarkan uang receh, 100 ribu ditukar pecahan 5rb tapi total nilainya hanya 95rb. ini termasuk transaksi ribawi.
Benda yang dilarang dalam riba fadhl dibatasi dalam hadits shahih sbb: emas dan perak (uang), dan bahan makanan pokok.
Benda-benda tersebut hanya boleh diperjualbelikan secara kontan
"Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587)
Haramnya riba sudah jelas disebutkan dalam alQuran dan asSunnah.
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (275) يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ (276)
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa yang datang kepadanya peringatan dari Allah. Lalu ia berhenti maka baginya adalah apa yang telah berlalu dan urusannya adalah kepada Allah dan barang siapa yang kembali lagi, maka mereka adalah penghuni neraka yang kekal di dalamnya. Allah akan menghapus riba dan melipat gandakan sedekah dan Allah tidak suka kepada orang-orang kafir lagi pendosa”. (QS. Al-Baqarah : 275- 276)
Orang-orang yang kembali mengambil riba padahal peringatan telah datang kepada mereka, diancam dengan kekekalan di neraka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Jauhilah tujuh hal yang merusak.” Ada yang bertanya, “Ya Rasulullah, apa tujuh hal itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, makan harta anak yatim, makan riba, lari dari medan pertempuran dan menuduh berzina wanita-wanita yang terjaga (dari berzina) yang lalai dan beriman.”
(HR. Muslim)
Dari hadis ini jelas bahwa riba adalah dosa besar, karena dikelompokkan dengan syirik, membunuh, dan lainnya.
"(Dosa) riba itu memiliki tujuh puluh dua pintu, yang paling ringan ialah semisal dengan (dosa) seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri."
(HR. Ath-Thabrany dan lainnya serta dishahihkan oleh al-Albani)
“Satu dirham riba yang dimakan oleh seorang laki-laki, sementara ia tahu, lebih berat daripada 36 pelacur” (HR. Ahmad, disebutkan dalam Naylul Authar)
Dua hadits di atas menjelaskan keburukan riba yang jauh melebihi zina. Seseorang yang benci menjadi pelacur untuk mengumpulkan harta, maka hendaknya lebih benci bertransaksi riba dalam mengumpulkan harta.
Dan diriwayatkan dari Jabir radhiallahu ‘anhu :
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba, pembayarnya, penulisnya dan kedua saksinya. Beliau mengatakan, “Mereka itu sama saja”. (HR. Muslim)
Hadits ini sesuai dengan firman-Nya,
ۘ وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Mâidah: 2)
Maka jelaslah bagi orang-orang beriman, bahwa tidak ada pilihan bagi mereka, kecuali berusaha sekuat tenaga, dengan sesungguh-sungguhnya, agar riba tidak duduk manis di samping akad-akad muamalah mereka, dan agar riba tidak menyelinap dalam lembaran-lembaran kontrak keuangan mereka.
Memang, Nabi shallallahu 'alayhi wasallam telah meramalkan kedatangan zaman di mana riba sulit dihindari.
“Sungguh akan datang pada manusia suatu masa (ketika) tiada seorangpun di antara mereka yang tidak akan memakan (harta) riba. Siapa saja yang (berusaha) tidak memakannya, maka ia tetap akan terkena debu (riba)nya,” (HR Ibnu Majah dan Abu Dawud)
Tapi tentu saja, yang tidak peduli bahkan menikmatinya dengan yang berusaha mati-matian menghindarinya, keduanya memiliki kedudukan yang sangat, sangat berbeda di hadapan Allah.
“Sungguh akan datang pada manusia suatu zaman yang pada waktu itu orang tidak memperdulikan lagi harta yg diperolehnya, apakah dari jalan halal atau dari jalan haram.” (HR. Bukhari)
Lalu, apa solusi untuk riba?
Ternyata sudah langsung disebutkan dalam ayat tentang keharaman riba;
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (al Baqarah 276)
Inilah solusi riba; JUAL BELI.
Jual beli dan riba memiliki skema dan risiko yang berbeda. Itulah di antara landasan logis perbedaan hukum terhadap keduanya. Jual beli halal, riba itu haram.
Jual beli juga menjadi pondasi yang dipakai oleh bank syariah dan banyak institusi keuangan islam dalam praktik bisnis mereka.
Seolah-olah ayat 276 diturunkan untuk menjawab tantangan zaman ini, di mana riba merajalela dalam industri keuangan, lalu ulama dan ahli ekonomi islam membawa solusi untuk industri keuangan versi islam yang berbasis jual beli.
Bisa jadi praktiknya belum sempurna. Seperti belum sempurnanya islam ditegakkan dalam negara, masyarakat bahkan diri kita pribadi. Tapi jelas ini merupakan usaha perbaikan yang disunnahkan.
Demikian dan semoga bermanfaat bagi Penulis dan bagi Para Pembaca Yang Budiman. Baarokallaahu Fiikum. Hadanallaahu Wa Iyyaakum Jamii'an. Yassarallaahu Lanal Khairo Haitsuma Kunna...
Wallaahu A'lam
Wallaahu Waliyyut Taufiq
¤¤ AD-DIINU AN-NASHIIHAH ¤¤
Pondok Pesantren Tahfidz Al-Wafa' Al-Islamy Bima. Rabu, 27 April 2016
================
Donasi Untuk Pembangunan Ruang Kelas Pondok Pesantren Tahfidz Al-Wafa' Al-Islamy Bima-NTB
Rekening/Account :
* Bank Negara Indonesia (BNI) Cab. Bima : 0362730751
* Bank Syari'ah Mandiri (BSM) Cab. Bima : 7081444123
* Bank Central Asia (BCA) Cab. Cakranegara Mataram :
0561276501
An. Wahyudin Al-Bimawi
Atas Bantuan dan Partisipasinya, Kami khaturkan Jazaakumullaahu khairul Jazaa' Wa Baarokallaahu fiikum.
Silakan SHARE pada yang lain yang belum mengetahui, agar Anda pun bisa dapat bagian pahala.
Komentar
Posting Komentar