Hutang puasa belum di bayar, sudah datang ramadhan nanti

HUTANG PUASA BELUM DIBAYAR, SUDAH DATANG RAMADHAN NANTI

بسم الله الرحمن الرحيم
الســـلام عليــكم ورحــمة اﻟلّـہ وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَ نَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بلله مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إله إلا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لا نَبِيَّ بَعْدَهُ

Keadaan Pertama : Orang seperti ini tidak berdosa dan wajib baginya mengqadha sejumlah hari yang ia berhutang puasa.

Lihat dalil-dalinya berikut ini :

{فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ }

FATTAQULLAAHAA MASTATHO'TUM.

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.”
[QS. At Taghabun : 16]

{لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا}

LAA YUKALLIFULLAAHU NAFSAN ILLAA WUS' AHAA

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dg kesanggupannya.”
[QS. Al Baqarah: 286]

« وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ »

WA IDZAA AMARTUKUM BI AMRIN FA'TUU MINU MASTATHO'TUM

“Dan jika Aku perintahkan kalian dengan sebuah perkara maka kerjakanlah darinya sesuai dengan kemampuan kalian.”
[HR. Bukhari]

Dan Allah Ta’ala berfirman:

{فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ }

FAMAN KAANA MINKUM MARIIDHON AU 'ALAA SAFARIN FA'IDDATHUN MIN AYYAAMIN UKHORO.

“Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”
[QS. Al Baqarah: 184]

Keadaan Kedua : Pengakhiran Qadha hutang puasa Ramadhan karena kelalaian, kemalasan, peremehan dan tidak mempunyai alasan yang dibolehkan oleh syari’at.

Orang seperti ini, menurut kesepakatan para ulama tetap wajib mengqadha, hal ini berdasarkan ayat yang mulia dari surat Al Baqarah yang sudah disebutkan di atas.

Dan terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama, APAKAH DISAMPING MENGQADHA JUGA HARUS MEMBAYAR FIDYAH (YAITU MEMBERI MAKAN KEPADA FAKIR MISKIN) SEBAGAI TEBUSAN ATAS PENGAKHIRANNYA TANPA ADA ALASAN YANG DIBENARKAN OLEH SYARI’AT? ATAUKAH HANYA MENGQADHA SAJA?

Dalam permasalahan ini terdapat tiga pendapat :

Yang pertama : wajib mengqadha dan membayar fidyah, dan ini adalah pendapatnya Abdullah bin Abbas, Abu Hurairah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Ahmad bin Hanbal, Malik bin Anas, Asy Syafi’ie, Ishaq, Ats Tsaury dan Al Auza’iy rahimahumullaah.

Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata :
“Barangsiapa yang meremehkan puasa Ramadhan sampai datang Ramadhan selanjutnya, maka berpuasalah ia bulan ini yang ia dapati (dari Ramadhan yang kedua) kemudian berpuasalah ia atas apa yang ia tinggalkan, dan memberikan makan setiap harinya seorang miskin.”
[HR. Ad Daruquthny dan ibnu Muflih mengatakan di dalam kitab Al Furu’ (5/64) :
“diriwayatkan oleh Sa’id dengan sanad yang baik dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma”, riwayat ini dishahihkan juga oleh An Nawawi di dalam kitab Al Majmu’ (6/346)]

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata tentang seseorang yang sakit lalu tidak berpuasa sampai memuali dulu, ia berpuasa sampai datang Ramadhan yang lain :
“Ia berpuasa yang telah hadir dan brpuasa lainnya serta memberikan makanan setiap hari seorang miskin.”
[HR. Ad daruquthny (2/197)]
dan beliau berkata: “Sanadnya shahih mauquf.”

Yang kedua : wajib mengqadha saja. Dan ini pendapatnya Al Hasan Al Bashry, An Nakh’i, Al Bukhari berkata di dalam kitab shahihnya:

قَالَ إِبْرَاهِيمُ -يعني : النخعي- : إِذَا فَرَّطَ حَتَّى جَاءَ رَمَضَانُ آخَرُ يَصُومُهُمَا وَلَمْ يَرَ عَلَيْهِ طَعَامًا ، وَيُذْكَرُ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ مُرْسَلا وَابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ يُطْعِمُ . ثم قال البخاري : وَلَمْ يَذْكُرِ اللَّهُ الإِطْعَامَ ، إِنَّمَا قَالَ : ( فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ) اهـ

QOOLA IBROOHIMU YA'NIY : AN-NAKH'I : IDZAA FARRATHO HATTAA JAA-A ROMADHOONU AAKHORU YASHUUMUHUMAA WALAM YARO 'ALAIHI DHO'AAMAN. WAYUDZKARU 'AN ABIY HURAIROTA MURSALAN WABNI 'ABBASIN ANNAHU YUTH'IMU. TSUMMA QOOLAL BUKHOORIYYU : WALAM YADZKURILLAAHUL ITH'AAMA. INNAMAA QOOLA : FA'IDDATHUN MIN AYYAAMIN UKHORO

“Berkata Ibrahim yaitu An Nakh’i : “Jika ia meremehkan sampai datang ramadhan lain, maka ia berpuasa pada keduanya dan ia tidak berpendapat ada kewajiban fidyah atasnya dan diriwayatkan dari Abu Hurairah secara mursal dan juga Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhum bahwa ia (juga) membayar fidyah, kemudia Al Bukhari berkata: “Allah tidak menyebutkan membayar fidyah, tetapi hanya berfirman: “maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”

Yang ketiga : Wajib membayar fidyah saja. Dan ini adalah pendapatnya Abdullah bin Umar radhiyallahub ‘anhuma. Beliau berkata :
“Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan dan belum berpuasa pada ramadhan yang lalu maka hendaklah ia memberi makan setiap harinya seorang miskin sebanyak satu mud dari gandum.”
[HR. Ad DaruQuthny (2/196)]

Dan Ibnu Muflih berkata : “Disebutkan oleh Ath Thahawy dari riwayat Abdullah Al ‘Umary dan di dalam sanadnya terdapat lemah, riwayat dari Abdullah bin Umar; bahwa memberikan makan tanpa qadha’.”
[Lihat kitab AL Furu’ (5/74H]

PENDAPAT LEBIH KUAT YANG DIPILIH OLEH PENULIS ADALAH PENDAPAT KEDUA YAITU HANYA DENGAN MENGQADHA TANPA FIDYAH, mari perhatikan penjelasan berikut :

Syeikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullaah berkata :
“Dan adapun perkataan para shahabat, sesungguhnya di dalam kehujjahannya menjadi perhatian jika menyelisihi zhahir ayat Al Quran, dan disini pewajiban memberi makan (yaitu membayar fidyah) menyelisihi zhahir Al Quran, karena Allah ta’ala belum mewajibkan kecuali menggantinya di beberapa hari yang lain dan tidak mewajibkan lebih daripada itu, maka berdasarkan hal ini kita tidak mewajibkan kepada hamba-hamba Allah dengan sesuatu yang tidak diharuskan oleh Allah Ta’ala atas mereka kecuali dengan dalil yang melepaskan kita dari tanggung jawab, apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum mungkin dibawa dalam jalur anjuran dan bukan dalam jalur kewajiabn, maka yang yang benar dalam permasalahan ini, bahwa tidak wajib baginya lebih daripada puasa, tetapi ia berdosa atas pengakhirannya.”
[Lihat kitab Asy Syarh Al Mumti’ (6/451)]

Semoga bermanfaat bagi Penulis dan bagi Para Pembaca Yang Budiman. Baarokallaahu Fiikum. Hadanallaahu Wa Iyyaakum Jamii'an. Yassarallaahu Lanal Khairo Haitsuma Kunna...

Wallaahu A'lam
Wallaahu Waliyyut Taufiq

¤¤ AD-DIINU AN-NASHIIHAH ¤¤

Pondok Pesantren Tahfidz Al-Wafa' Al-Islamy Bima. Kamis, 19 Mei 2016

================
Donasi Untuk Pembangunan Ruang Kelas Pondok Pesantren Tahfidz Al-Wafa' Al-Islamy Bima-NTB

Rekening/Account :

* Bank Negara Indonesia (BNI) Cab. Bima : 0362730751

* Bank Syari'ah Mandiri (BSM) Cab. Bima : 7081444123

* Bank Central Asia (BCA) Cab. Cakranegara Mataram :
0561276501

An. Wahyudin Al-Bimawi

Atas Bantuan dan Partisipasinya, Kami khaturkan Jazaakumullaahu khairul Jazaa' Wa Baarokallaahu fiikum.

Silakan SHARE pada yang lain yang belum mengetahui, agar Anda pun bisa dapat bagian pahala.

Komentar

Postingan Populer